Kepada yang menuliskan nama di atas pasir

Kepada yang menuliskan nama di atas pasir

Kau tahu bahwa ombak akan menghapusnya
Kau sadar bahwa pasir tak mampu menyimpan jejaknya
Kau yakin tulisan itu takkan bertahan selamanya
Tetap saja dengan senyum kau ukir namanya
Tetap saja dengan semangat kau gores huruf demi huruf
Tetap saja dengan cinta kau saksikan hasilnya
Meski kini hanya tinggal memori
Dia tak lagi kau miliki
Tak lagi berbagi perihal hari yang dilalui
Seolah tak pernah saling melengkapi

Foto debur ombak


Selamat hari puisi!

Bertepatan dengan hari puisi kutuliskan kata-kata ini dengan sisa memori.

Ada perasaan yang tak mampu diungkapkan. Barangkali cukup disimpan dalam kotak bernama kenangan. Ada bahagia dan sedih yang datang bersama.

Pernahkah kamu mengalami hal serupa?
Ketika menulis namanya di atas hamparan pasir dengan penuh cinta, lalu tanpa permisi ombak menghapus segalanya?

Saat itu mungkin kamu hanya berpikir bahwa ombak memang mampu menghapus namanya hingga tak berjejak, tapi tidak denganmu. Sayangnya, waktu menunjukkan bahwa kamu sama seperti debur ombak itu. Perlahan kamu juga menghapus namanya dari hatimu—dari hidupmu.

Kenyataan selalu penuh kejutan. Itulah hal yang akhirnya aku sadari.

Seseorang pernah mencoba mengabadikan nama orang yang ia cintai di atas pasir, belum lama dinikmati, ombak menghilangkan jejaknya. Dia sedih. Sesuatu yang ia ukir dengan semangat dan kasih, kini tak lagi bersisa. Dengan yakin dia berpikir bahwa dia tak akan seperti ombak itu, tapi dia salah. Mereka tak ada bedanya. Dia dan ombak.

Sama-sama mudah mengahapus jejak indah.

Setelah itu apa? Hidup dia dan seseorang yang ia cintai kini bersekat. Bahkan masing-masing telah saling melupa. Pedahal dulu, di atas pasir mereka saling mengukir nama dan berjanji untuk terus bersama. Lalu ombak datang menghapusnya. Tak lama berselang, rasa mereka benar-benar sirna seperti goresan huruf-huruf yang hilang begitu saja.

Tapi diantara sirna itu, ada satu hal yang abadi. Potret indah huruf-huruf itu yang sempat tertangkap kamera. Hanya itu yang tersisa, hanya itu yang mereka punya.

Namun, perihal cerita, mereka tak ingin melanjutkannya.

Nama di atas pasir itu hanya bagian dari kenangan, yang lambat-laun dilupakan ingatan.


0 Comments