BerbicaraTentangBuku: Kumpulan Cerita Madre karya Dee Lestari

 Berbicara tentang buku. 

Sekilas tentang buku kumpulan cerita Madre

Judul : Madre

Penulis : Dee Lestari

Jumlah halaman : xiv + 178 halaman

Tahun terbit : Cetakan Kelima, April 2018

ISBN : 978-602-291-093-0

Penerbit : Bentang Pustaka


Madre

Madre ini sempat berganti cover dan cover yang aku miliki dapat diihat seperti di bawah ini. Warnanya dominan putih dan di bagian bawahnya terdapat ilustrasi bangunan seperti sebuah toko, mungkin itu Toko Roti Tan. Di bagian atasnya tertera judul buku ini dengan latar roti yang telah dipotong-potong. Uniknya pada kata Madre, huruf d-nya dibuat seperti kunci. Aku rasa cover ini benar-benar gambaran dari isi bukunya.

Ini fotonya:

Kumpulan cerita Madre karya Dee Lestari


BLURB

“Apa rasanya jika sejarah kita berubah dalam sehari? Darah saya mendadak seperempat Tionghoa, nenek saya seorang penjual roti, dan dia, bersama kakek yang tidak saya kenal, mewariskan anggota keluarga baru yang tidak pernah saya tahu: Madre.”

Buku ini terdiri atas 13 prosa dan karya fiksi yang ditulis oleh Dee Lestari. Judul-judulnya yaitu Madre, Rimba Amniotik, Perempuan dan Rahasia, Ingatan tentang Kalian, Have you ever?, Semangkuk Acar untuk Cinta dan Tuhan, Wajah Telaga, Tanyaku pada Bambu, 33, Guruji, Percakapan di Sebuah Jembatan, Menunggu Layang-layang, dan Barangkali Cinta. 

Sebelum membaca buku ini kita akan disuguhkan dengan sebuah peringatan yang tertulis: tidak semua perenungan itu berujung pada jawaban. Sering kali, malah pertanyaan barulah yang lahir. 

Awal yang mengesankan sekaligus membuat penasaran, bukan?

Oke, lanjuuut~

Di antara ke-13 karya tersebut yang paling aku sukai adalah Madre, Guruji dan Menunggu Layang-layang. Madre merupakan cerita utama sekaligus cerita yang paling banyak mengambil tempat di buku ini. Meskipun cukup panjang, tapi Madre sama sekali tidak membosankan. Madre merupakan pembuka terbaik yang pernah aku baca, yang membuat siapa saja akan tertarik untuk terus membaca seluruh isi buku tanpa henti. Sedangkan Guruji, merupakan sebuah cerita yang menurutku paling menyentuh, dan Menunggu Layang-layang adalah cerita yang benar-benar menggambarkan kita sebagai manusia yang terkadang tak tahu apa yang sebenarnya kita inginkan. 

Bagiku buku ini seperti sebuah rumah yang hangat, penuh cinta, juga tanda tanya. Buku ini seolah menyadarkanku bahwa segala sesuatu yang paling berharga tidak dapat dinilai dengan harga, buku ini mengajarkan tentang penerimaan, tentang segala ketulusan, juga tentang kesadaran bahwa tak semua tanya berjodoh dengan jawaban. Membaca kumpulan cerita ini memberikan kesan mendalam dalam diriku yang tak mungkin aku lupakan. 

Oh ya, kalian harus tahu betapa kagetnya aku ketika tahu bahwa Madre adalah adonan roti! Dan hal ini benar-benar membuatku kagum dengan semesta yang hidup dalam benak penulisnya. Yap, Dee Lestari selalu membuat kita takjub dengan ide-idenya yang luar biasa, yang tak terduga, namun selalu berhasil mencuri hati siapa saja yang membaca karyanya. Ibu Suri kereeen, no debat!


Beberapa quotes dari Madre:

“Satu-satunya yang ingin saya teruskan adalah kebebasan saya.”

“Kalau bebas sudah jadi keharusan, sebetulnya sudah bukan bebas lagi, ya?”

—hal 54

“Kamu boleh panggil aku apa saja. Aku nggak akan bingung. Selama hati kamu yang memanggil, aku bisa tahu siapa yang kamu maksud.”

—hal 125

“Kamu nyaris nggak berubah. Aku benar-benar pulang ke rumah.” 

—hal 126

“... lepaskan saya seperti saya melepaskan kamu. Hanya dengan begitu kamu nggak pernah kehilangan saya. Kamu nggak pernah kehilangan apa pun.”

—hal 131

“Aku hanya ingin mengucap selamat tinggal pada belahan jiwaku yang telah menemukan keutuhannya dalam dirinya sendiri. Aku dan rumahku adalah persinggahan yang harus ia tempuh, tapi bukan untuk ia miliki.”

—hal 131

“Kalau kita tahu pasti apa yang kita mau, ngapain buang energi buat coba-coba? Masalahnya, kamu nggak pernah tahu yang kamu mau.”

—hal 145

“Selama ini, kamu mengisi kekosonganmu dengan sibuk mengisi kekosongan orang lain. Saking kamu sibuk sendiri, mereka nggak pernah diberi kesempatan untuk mengisimu balik. Jadi wajar aja kalau nggak satu pun dari mereka bisa memuaskan kamu. Kamu selalu merasa ada yang kurang.”

—hal 164-165

“Aku dan kamu sama-sama manusia kesepian. Bedanya, aku mencari. Kamu menunggu.”

—hal 165

“Kita sama-sama tahu ini akan berakhir seperti apa. Aku bukan yang kamu cari. Kamu bukan yang aku cari.”

—hal 168


Rate : 4.9/5 


0 Comments